Buah Lokal Sedikit, Haruskah Impor Buah?
Berita yang terdengar itu
terkadang membuat kita sedikit risau. Bagaimana tidak, rupiah merosot disertai
harga yang sedikit melambung. Apalagi beberapa bahan pangan juga ikut terimbas
akibat naiknya harga tukar rupiah terhadap dollar.
Tak terkecuali buah-buahan yang
sejak era reformasi dikonsumsi sedikit oleh masyarakat kita. Jangankan untuk
membeli buah, menutupi semabako pun terkadang harus berfikir dua kali untuk
memilih kualitas bahan yang akan dibeli. Dan sejak era reformasi, bahan pangan
mulai diimpor untuk menutupi kekurangan dalam negeri. Faktanya, banyak petani
yang tidak sanggup menangani kebutuhan pertanian dan sebagian besar telah
beralih untuk menanam tanaman keras jangka panjang seperti sawit dan karet. Sementara
hasil pertanian yang menjadi kebutuhan sehari-hari lahannya semakin berkurang.
Buah Lokal Kurang? Buah Impor Jawabannya
Bukan alasan yang tepat jika kita
mengatakan bahwa Negara kita kekurangan lahan pertanian, ada banyak lahan tidur
yang tidak dimanfaatkan untuk membudidayakan buah-buahan. Lahan kita luas,
bahkan diperkirakan mampu mengekspor bahan pangan jika kita berkomitmen untuk
mengembangkan pertanian.
Beberapa minggu yang lalu, saya
sempat mendapat informasi dari desa dimana orang tua saya menetap dan bekerja
sebagai seorang petani. Dimana mereka diberi keringanan oleh pemerintah
setempat untuk mengelola lahan ratusan hektar untuk dimanfaatkan sebagai tempat
hasil bumi, tak perduli apapun yang mereka tanam tetapi dengan harapan bahwa
desa itu nantinya menghasilkan produk unggulan. Salah satu diantaranya adalah mendukung
tanaman buah dan sembako, serta pupuk yang diberi keringanan untuk setiap
anggota kelompok tani tersebut.
Bayangkan saja, untuk saat ini
harga buah impor melonjak sementara buah lokal tidak mencukupi kebutuhan
masyarakat, itupun kalangan pembeli terbatas menengah keatas. Bagaimana dengan
kalangan bawah yang nyatanya mereka juga membutuhkan nilai gizi lebih, tapi
hanya bisa membeli sembako?
Tak usah bermimpi, jika produksi
pertanian dalam negeri pun masih ditopang dari luar seperti pupuk dan
obat-obatan. Banyak yang menginginkan agar kita mampu menciptakan produk pupuk
dan obat yang mencukupi kebutuhan negeri, tetapi inilah bisnis yang terus
menerpa petani kita.
Seakan-akan Indonesia adalah Negara empuk yang siap menerima barang apapun, mungkin kita dianggap sebagai harimau terkurung didalam kandang yang terus meminta makanan dari luar, kita tak dibiarkan mencari makanan sendiri. Faktanya demikian!
Buah mungkin tidak begitu penting
menurut sebagian orang, tetapi ketika harga kedelai melonjak para pengusaha tahu dan tempe mengeluh, maka masyarakatpun mulai gusar. Bagaimana tidak,
tahu dan tempe salah satu bahan pangan yang saban hari dikonsumsi dari kalangan
bawah hingga kalangan atas. Apa yang dikhawatirkan kalangan atas mungkin tidak
seburuk masyarakat bawah.
Beras, kedelai, dan buah-buahan
merupakan contoh kecil bahwa kita semakin dipersempit, atau mungkin pemerintah
kita tetap menginginkan pertanian kita tertidur. Kenapa pejabat-pejabat itu tak
ada satupun yang berfikir untuk memajukan pertanian kita? Atau mereka juga
menikmati hasil impor yang bernilai besar itu?
Buah lokal bukan hal penting, yang paling penting adalah bagaimana memberdayakan petani agar menjadi lebih mandiri dan mempu mencukupi kebutuhan kita :)
Buah lokal bukan hal penting, yang paling penting adalah bagaimana memberdayakan petani agar menjadi lebih mandiri dan mempu mencukupi kebutuhan kita :)
Tidak ada komentar: