Ads Top

Warga Pemukiman Kumuh Ditindas, Kota Terus Berkembang

Pada kenyataannya, kita hidup diantara pemukiman kumuh yang jumlahnya jauh lebih besar dibanding perumahan kelas mewah. Walaupun demikian, tidak mudah bagi kita menganggap bahwa hidup di negara ini sangat layak dan pantas diatas penderitaan saudara-saudara kita. Kenapa harus diatas penderitaan suadara sebangsa, bahkan pendatang pun dengan mudahnya memeras keringat dari tenaga-tenaga yang kini hidup di pemukiman kumuh.

Apakah pemukiman kumuh harus memiliki kriteria khusus dimana wilayahnya sangat keras? Saya rasa tidak, bahkan dipusat kota saat ini masih ada lima atau enam rumah yang dihuni lima belas kepala keluarga, dimana rumah mereka tepat berada dipusat bisnis dan tanpa air bersih. Dalam berbagai usaha yang dilakukan orang-orang kelas atas yang berusaha membujuk agar mereka menjual sebidang tanah untuk dijadikan pusat perkantoran. Kendati demikian, tekanan itu terus menerus datang ketika mereka merasa harus tergusur secara paksa dengan nilai uang yang sangat merugikan.

Mengeruk Keuntungan Dari Pemukiman Kumuh


Dari penderitaan orang-orang yang hidup di pemukiman kumuh, bisnis-bisnis dipusat kota terus berdiri dan meluas, menggusur warga yang hidup di pinggir kota, terus menerus terjadi hingga menjadi sebuah kota metropolitan. Tetapi siapa yang berfikir bahwa kota-kota besar di negara kita berdiri dengan megah karena berhasil menindas saudaranya sendiri? Bahkan banyak warga yang kehilangan rumah begitu saja, dengan modus kebakaran, terbelit hutang dengan rentenir, dan cara lain yang akhirnya memaksa warga pemukiman kumuh menjual sebidang tanah dengan harga murah.

pemukiman kumuh

Ada kalanya kita berfikir, bagaimana negara kita secepatnya maju dan berkembang? Bagimana jalan tercepat yang bisa ditempuh untuk membangun pilar-pilar raksasa? Jikalau tidak menindas, kota kalian tidak semegah saat ini. Apa artinya memandang gedung-gedung pencakar langit, tapi yang menikmati justru warga asing yang menambang emas dinegeri sendiri, sementara saudara-saudara kita seperti diperjual belikan dengan menukar keringatnya?

Kalau disebut munafik, tidak juga.... tapi sebagian besar kita masih berpendapat bahwa semua ini karena bagian dari usaha kita yang terus menerus bersemangat menuju kemajuan. Dimana kemajuan sebenarnya, jika sebagian besar warga kita masih tak mengenal pengetahuan? Walaupun saat ini pendidikan digratiskan, tapi nyatanya tidak merubah pola pikir pelajar yang semakin memburuk.
Kemajuan dinilai dari pengetahuan yang membuka kebenaran, pola pikir yang mengajarkan kita untuk mandiri dan dapat merubah pola hidup. 
Tetapi yang terjadi sebaliknya, warga pemukiman kumuh tergusur dan hidup diwilayah pemukiman kumuh lain, tak ada kemajuan sama sekali. Dan dibalik semua ini, penguasa tidak bertindak apapun dan menganggap semua itu adalah kesempatan kedua dimana nantinya akan menyingkirkan mereka untuk perkembangan yang lain.

Memikul Beban Bersama Demi Perubahan Warga Pemukiman Kumuh


Ketika kita berfikir bahwa hidup mereka sangat keras, itu wajar saja karena sikap yang mereka terima selama ini telah mendidik untuk tidak mengenal kehidupan yang lebih baik. Tidak semudah meminum air yang langsung menghilangkan rasa haus, tapi seharusnya upaya untuk membuat mereka mandiri bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah. Tetapi tanggung jawab kita bersama, bagaimana membuat mereka agar dapat merubah masa depan.

Apapun yang dilakukan pemerintah selama ini kepada warga pemukiman kumuh sudah lebih baik dari sebelumnya, tapi itu masih sebagian kecil. Sementara mereka yang jatuh jumlahnya semakin banyak, atau mungkin ada yang berfikir bahwa pemerintah telah gagal dan membuatnya jauh lebih buruk. 
Tetapi mereka yang berpendapat demikian tidak sadar, bahwa membangun negara bukan semata-mata dipikul aparatur negara, apakah kita sebagai warga negara Indonesia hanya duduk manis sambil menonton berita keterpurukan saudara kita yang lain?
Mereka yang berani hanya mencari popularitas yang berujung pada politik untuk mengejar bangku kekuasaan. Tidak semua berani, dan tidak semua orang melakukannya atas dasar hati nurani untuk memikul beban yang dirasakan warga pemukiman kumuh. Dan kita seakan-akan merasa terhibur dengan berita yang menyampaikan kabar buruk dari pemukiman kumuh,... ini tak lebih dari hiburan belaka,... atau mungkin kita telah kehilangan hati nurani.

2 komentar:

  1. wah.. info menarik, coba mampir ke lokasi jelambar gan.. kumuh, padat dan banjir terus hehehehe

    BalasHapus
  2. nice info, keep sharing gan..

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.