Ads Top

Ketika Alam Mulai Muak Denganmu....

Jika alam berdiam diri, bukan berarti ramah padamu, bukan berarti memikirkanmu, tapi mungkin berencana memberimu azab yang belum pernah dibayangkan manusia. Jika kau perduli, fikirkanlah nasib dan keluargamu sendiri. Sampai dimana manusia berfikir bahwa dirinya sangat dekat dengan Tuhanya? Ketika pemikiran itu sampai kepada iman dan takwa, mereka mengira sangat dekat tapi ternyata tidak. Semua prilaku dipenuhi hasrat, nafsu, dan ambisi menaklukkan alam dan lebih merasa mampu tanpa bantuan sang Pencipta.

Aneh memang, banyak orang yang tidak merasa bahwa dirinya masih banyak kekurangan, terlebih dalam hal bersyukur. Tidak mudah menjadi orang yang termasuk bersyukur, padahal dengan menghirup udara sekalipun sudah sepantasnya manusia berterima kasih kepada Tuhan dan alam yang meringankannya. Apa yang terjadi selama ini, berbagai bencana yang mengotori udara, spontan pabrik-pabrik masker kelebihan order karena suatu dampak yang tak pernah diperkirakan dan tak pernah diminta.


Satu hal kadang menggangguku, ketika melihat dedaunan kering diselimuti debu letusan gunung Sinabung,.... inikah pertanda? Ataukah Dia sedang menunjukkan isyarat lain? Tidak satupun yang tercipta terlihat sebagai tanda yang sia-sia, semua ada karena satu alasan. Jika aku berfikir dari hati yang paling dalam.....

Aneh rasanya ketika melihat ribuan orang masih bisa tersenyum dan tertawa, sementara alam sudah merasa muak dengan pijakan kaki mereka diatas Bumi. Dan yang paling aneh ketika mereka menganggap semua ini biasa saja, ketika alam memuntahkan isi perutnya disertai kemarau berkepanjangan. 
Karena "Aku yang pantas sombong, bukan kalian yang masih berpijak di Bumi Ku".
Banyak faktor yang membuat alam begitu marah dan harus melepaskan batuknya yang selama ini tertahan. Gumpalan asap itu sudah bertahun-tahun berada di kerongkongannya, tiang-tiang dibawah tanah sudah mulai rapuh sehingga tak mampu menahan beban diatasnya. Begitulah alam telah mempersiapkan segala sesuatunya, sehingga kita sebagai manusia yang berpijak di Bumi tidak sedikitpun berusaha memahami, terlebih merawat organ tubuhnya.

Sampai kapan alam merasa bosan, atau sampai kepala manusia mengucurkan banyak darah sehingga otaknya mulai berfikir bagaimana kelangsungan hidup mereka di muka Bumi. terlalu kasar bagi alam untuk mengucapkan bahasa halus itu dengan semburan dan goyangan mautnya.

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.